Menanti Petani Sejahtera

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kapan petani bisa menikmati panen dengan harga tinggi ya, kalau harga naik langsung digempur impor?

Kapan petani bisa menikmati panen dengan harga tinggi ya, kalau harga naik langsung digempur impor? Harga jual panen anjlok. Pemerintah bermaksud melindungi konsumen tapi di sisi lain perlindungan ke petani, bagaimana? Konsumen yang jumlahnya lebih banyak bisa terbantu tapi petani yang menggantungkan pendapatan dari hasil panen ini bagaimana? Apa karena jumlah petani yang lebih sedikit sehingga dikorbankan?

Bagaimana tanaman bisa tumbuh subur dan memiliki produksi bagus jika akses terhadap pupuk susah, pun pupuk kerap langka? Belum lagi saat petani harus menjual panennya, kemana KUD yang bisa mewadahi, kadang pun terpaksa ke tengkulak yang memberi harga semena-mena? Lalu petani tebu, kemana harus membawa tebunya jika pabriknya gulung tikar? Pabrik yang jauh tentu menambah biaya lagi bukan?

Setidaknya pertanyaan-pertanyaan tersebut kerap mengganggu saya. Pertanyaan yang kerap juga menjadi bahan diskusi antara saya dan suami. Menurut suami, peran media turut berpengaruh, saat harga pangan mahal harusnya bukan konsumen saja yang diliput tapi petaninya juga. Hmmm... saya pikir benar juga. Sehingga masyarakat bisa tahu, harga naik adalah yang dinanti petani untuk mendapat untung setelah menunggu musim panen yang tidak setiap bulan.

Kami bukan aktivis di bidang pertanian. Tidak bekerja di bidang ini juga. Kami tidak mengetahui detail bagaimana pertanian kecuali apa yang saya lihat dan dengar di lapangan. Sebab, saya adalah anak petani. Sekolah dan kuliah dari hasil bertani. Melihat bagaimana panenan belum kering sudah dijadikan jaminan untuk mendapat uang sebagai biaya pendidikan. Mendengar keluhan pupuk mahal dan susah didapat. Menyaksikan bagaimana bapak harus menunggu irigasi malam-malam. Jika ditanami padi atau jagung, penghasilan harus menunggu 3-4 bulan. Ketika menanam tebu harus menunggu satu tahun. Belum lagi pernah kena tipu, panenan hanya dibayar DP-nya saja.

Info blog competition tentang lokal vs impor ini membuat saya tahu kalau ternyata kebijakan pertanian di Indonesia terpengaruh dengan World Trade Organization (WTO) dan Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai lanjutan Millenium Development Goals (MDGs). Misalnya pelarangan masalah subsidi. Padahal subsidi sangat dibutuhkan oleh para petani yang kebanyakan kelas menengah ke bawah. Apalagi kalau hanya penggarap. Tanpa subsidi harga pupuk bisa melambung sangat tinggi tentu ini akan sangat mencekik.

Lalu, mengenai impor ini tentu saya tak setuju kecuali memang benar-benar darurat. Pemerintah harus memprioritaskan petani terlebih dahulu, membuat kebijakan pro petani. Pemerintah harus berani bernego dengan para negara maju dalam bidang ekonomi. Jangan sampai kita dijadikan pangsa pasar mereka yang melempemkan petani kita. Lalu bukan tak mungkin negara agraris ini akan kehilangan sawah dan petaninya. Lahan-lahan produktif berubah menjadi kawasan industri milik asing.

Pesan saya kepada pemerintah:

Pertama. Jangan sedikit-sedikit impor. Berikan kesempatan menikmati harga jual tinggi agar keringat mereka terbayar. Kesempatan ini juga tentu menumbuhkan semangat petani berproduksi dan harapannya bisa swasembada pangan. Tapi kalau mengandalkan impor bisa berakibat pada pesimistis para petani.

Kedua. Tetap berikan subsidi terutama pada pupuk dan berikan akses yang mudah. Kalau saat ini untuk mendapatkan pupuk, para petani yang bergabung dalam kelompok tani mendapat prioritas. Itupun dibatasi jumlahnya.

Ketiga. Hidupkan kembali KUD atau lembaga sejenis untuk mewadahi hasil panen petani agar tidak lari ke tengkulak yang tak bertanggung jawab. Lembaga ini bisa juga menjadi akses permodalan bagi petani mendapat pinjaman dengan bunga ringan bahkan tanpa bunga.

Semoga, Indonesia tidak jadi kerbau yang dicocok hidungnya di ajang WTO, atau organisasi lain yang kebijakannya tak berpihak pada negara berkembang atau miskin. Indonesia harus bisa berani dan berdikari^^

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Rina Tri Handayani

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Menanti Petani Sejahtera

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Analisis

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Analisis

Lihat semua